Nian ditaklukkan
Dikisahkan, dahulu kala, bumi ini dipenuhi dengan ular
berbisa dan binatang buas. Ada pula mahluk sangat besar yang disebut Nian yang
selalu muncul menjelang tahun baru Imlek untuk menyantap manusia. Menjelang
tahun baru, saat semua penduduk desa putus asa, lewatlah seorang kakek. Setelah
kakek itu mengetahui persoalan tersebut, berangkatkan dia menghadapi Nian.
Nian dibangunkan dari tidur dan ditantang. Tantangan
pertama adalah menghabisi ular-ular berbisa di gunung. Merasa diremehkan, Nian mendatangi
ular-ular berbisa, digebah dan dimakan. Tantangan berikutnya ada di balik
gunung, yaitu menghabisi binatang-binatang buas. Sombong dan merasa keberaniannya
dipertanyakan, Nian dengan mudahnya kembali dapat mengusir dan menyantap
binatang-binatang buas. Kakek itu bersiap menyerahkan diri untuk disantap,
namun sebelumnya menyerahkan diri, dia membuka baju luar dan ternyata dia memakai
baju dalam berwarna merah. Nian takut begitu melihat warna merah yang rupanya
menjadi kelemahannya. Kakek itu rupanya mengetahui kelemahan Nian. Agar Nian
tidak datang lagi (baca: menghindari malapetaka), saat menjelang tahun baru
Imlek, maka semua orang memasang warna merah di depan pintu rumah.
Tradisi petasan
Menurut sejarah, banyak mahluk hutan yang mengganggu penduduk
dan tinggal di bukit yang penuh dengan pohon bambu. Seorang penduduk bersama
temannya, akhirnya, berakhir menangkap salah satu mahluk itu. Teman-teman mahluk
itu terus mengikuti kedua orang itu untuk berusaha membebaskan teman. Ketika
sampai di hutan bambu, karena sudah malam, mereka menyalakan api unggun untuk
menghangatkan badan. Gerombolan mahluk yang datang makin banyak dan kedua orang
tersebut mencoba mengusir dengan membesarkan nyala api. Oleh karena tidak ada kayu bakar, mereka memotong bambu-bambu
dan melemparkannya ke dalam api unggun. Rupanya bunyi letupan bambu kena panas
api ini mampu membuat takut hantu-hantu itu. Untuk mengusir mahluk itu,
tercipta petasan yang dibentuk mirip seperti bambu. Sejak itu selama tahun
baru, untuk mengusir roh jahat, dipasang mercon yang lambat laun menjadi suatu
kebiasaan pada tahun baru.
Perayaan
Hari pertama tahun baru di setiap rumah dibuat sesaji
sebagai penghormatan kepada leluhur. Selain berdoa untuk leluhur sesuai dengan
adat istiadat, mereka keluar melalui pintu yang disarankan sesuai dengan
petunjuk atau petuah, sebelum menyusun sesaji untuk Dewa Kebahagiaan. Mereka
akan membakar hio di kelenteng lalu berdoa untuk kebaikan pada tahun mendatang
disusun dengan saling memberi salam kesejahteraan dan orang yang memberi salam
akan diberi uang yang dimasukkan ke dalam amplop berwarna merah (angpao). Hari kedua, wanita yang sudah
menikah berkunjung ke rumah orang tua dan saudara-saudaranya untuk mengikat
kembali tali persaudaraan. Hari ketiga dilarang pergi atau menerima tamu; hari
keempat dianggap hari dimana dewa langit turun ke bumi yang dilakukan dengan
membakar gambar dewa dan para penjaganya untuk mengundang mereka turun ke bumi;
Hari kelima, baru mulai boleh menyapu dan membuang sampah. Para pedagang menggantungkan
kain warna merah di tokonya; Hari ketujuh adalah hari penciptaaan alam yaitu
Pan Gu memecahkan kulit telur.; Hari kedelapan adalah hari penghormatan bari
para bintang; hari kesembilan adalah hari untuk memperingati kelahiran Kaisar
Jade yang sering disebut sebagai Tian Gong, dimana pada hari ini harus
memelihara keharmonisan sehingga tidak mengganggu langit. Semua upacara-upacara
di atas dilakukan sampai hari kelimabelas dan ditutup dengan perayaan cap go meh
(tanggal 15 setelah Imlek).
Keterangan
Dari ketiga kisah di atas, tampak bahwa tradisi yang
sudah berakar dalam ini dilakukan secara turun-menurun tanpa ada upaya untuk mempertanyakan maknanya. Tradisi ini, kemudian, bercampur
atau dicampurkan ke dalam feng shui. Barang-barang tertentu dengan embel-embel
feng shui banyak dijual menjelang Imlek dengan ‘khasiat’ memberi keberuntungan.
Larangan Menyapu di tahun baru
Ada kepercayaan bahwa sengaja tau tidak sengaja
memecahkan atau melempar barang-barang sebagai pertanda akan hilangnya uang
sepanjang tahun. Hal ini dipercaya menyebabkan bangkrut dan kehancuran keluarga
atau mengalami kecelakaan fatal. Memang ada istilah “Semakin banyak Anda
memecahkan, Anda akan semakin kaya’ (karena punya uang untuk membeli barang
yang baru) atau peribahasa “Jika yang lama tidak berlalu, yang baru tidak akan
datang.”
Apabila ada sesuatu yang pecah, maka secara otomatis akan
mengambil sapu atau peralatan lain untuk membersihkan pecahan itu. Jika hal ini
terjadi pada hari pertama tahun baru Imlek, maka ada dua tabu serius yang
dilanggar. Pertama, memecahkan barang-barang di tahun baru Imlek dan kedua,
menyapu lantai.
Sampah, rupanya, mendapat tempat istimewa di saat Imlek.
Pantangan menyapu lantai dan mengosongkan bak sampah adalah kegiatan yang tidak
menguntungkan karena dianggap membuang rejeki atau keberuntungan. Sedangkan
sapu, kemocing dan tempat sampah harus disembunyikan dari pandangan – untuk
menghindari orang memberisihkan kotoran, atau nasib buruk sepanjang tahun itu
terus mengikuti.
Logika salah di atas ternyata memiliki alur dikaitkan
menjadi versi rasional dari sisi feng shui. Tanah atau bumi dianggap sebagai
sumber energi (ingat trigram Kun yang berarti ibu dan tanah) bagi kebahagiaan,
dan sampah mampu menyuburkan tanah. Jika tidak ada sampah berarti menghilangkan
kesuburan tanah atau membuat kesuburan mengalir ke ladang orang lain. Hal ini
dipercayai oleh orang Kanton. Jadi membuang sampah pada hari Imlek membuat
usaha pada tahun ini akan sia-sia belaka.
Hal yang sama juga terjadi ketika pergi berkunjung ke
rumah orang meninggal atau melihat proses pemakaman, maka rejeki akan datang.
Lafal bahasa Cina untuk karakter ‘peti mati’ diucapkan hampir sama seperti
‘kaya.’ Oleh karena itu banyak orang percaya bahwa melihat peti mati, memberi
kesempatan untuk menjadi pejabat tinggi atau kaya. Mitos ini dilanjutkan dengan
jika melihat ambulan atau mobil jenasah yang mengangkut orang meninggal,
pastinya ada di dalam peti mati, maka bukalah dompet Anda, maka rejeki masuk ke
dalam dompet Anda.
Kreativitas orang Cina, mereka dapat mengatasi kejadia
tidak menguntungkan dapat diubah menjadi insiden-insiden menguntungkan dengan
menggunakan akal dan kemampuan bahasa
mereka (ingat: homonimi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar